KODE ETIK PROFESI DAN ORGANISASI PROFESI PENDIDIK

 

KODE ETIK PROFESI DAN ORGANISASI PROFESI PENDIDIK



 

A.   KODE ETIK PROFESI PENDIDIK

 

Pekerjaan seorang guru merupakan pekerjaan yang profesional. Sehingga pekerjaan tersebut memiliki kode etik. Dalam buku Profesi Keguruan, kode etik pada suatu profesi adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan anggotanya, untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi, untuk meningkatkan mutu profesi dan untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. Kode etik inilah yang memberikan jawaban bagaimana seharusnya guru berinteraksi dengan siswa, rekan sejawat, orang tua siswa dan masyarakat. Dengan adanya kode etik, maka akan memedomani setiap tingkah laku seorang guru, sehingga penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus membaik. Berbicara mengenai pendidikan berarti berbicara tentang profesi guru, berarti memerlukan berbagai macam keterampilan dasar. Menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah, tetapi ada syarat yang harus dipenuhi salah satunya adalah inovasi pembelajaran, sehingga berdampak pada profesionalisme (Muhammad Jufni, 2020).

Etika artinya tata susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan, jadi kode etik guru diartikan sebagai aturan tata susila keguruan”. Maksudnya aturan-aturan tentang keguruan yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru dilihat dari segi kesusilaan. Dalam hal ini kesusilaan diartikan sebagai kesopanan, sopan santun dan keadaban. Sehingga kode berhubungan dengan aturan yang berkenaan dengan tata susila dan akhlak. Setiap guru di tekankan untuk self dicilpline serta menyesuaikan diri dengan adat istiadat setempat secara fleksibel. Untuk mengimplementasikan etika-etika yang harus dimiliki oleh pendidik, maka seorang pendidik harus mampu mematuhi semua aturan atau norma-norma yang telah diberlakukan dalam kode etik (Muhammad Jufni, 2020).

Di dalam undang-undang Nomor 14 tahun 2015 terdapat aturan yang menjelaskan tentang kode etik guru dan dosen. Profesional guru dan nilai-nilai agama yang harus dimiliki oleh setiap guru, karena menjadi salah satu syarat utama mewujudkan pendidikan yang bermutu. Etika profesi guru yang baik mampu merumuskan dan melakasanakan cara mengajar yang baik dan pelaksanaannya sesuai dengan perilaku yang baik. Kode etik guru dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 41 adalah:

1.       Guru dapat membantu organisasi profesi yang bersifat independen.

2.       Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berfungsi untuk memajukan profesi, menigkatkan profesi kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.

3.       Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.

4.       Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sesuai dengan peraturadn perundang- undangan.

5.       Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.

 Dapat dipahami bahwa kode etik yang harus diterapkan oleh seorang guru yaitu membantu organisasi profesi, memajukan profesi, menigkatkan profesi kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat, wajib menjadi anggota organisasi profesi (Muhammad Jufni, 2020).

Ada beberapa fungsi kode etik guru pada pengembangan penidikan:

1.       Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.

2.       Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.

3.       Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutahkan dalam berbagai bidang.

  Adapun beberapa kode etik yang harus ditaati oleh guru dengan tujuan, antara lain:

1.       Agar para guru mempunyai rambu-rambu yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku sehari-hari sebagai pendidik.

2.       Agar guru dapat bercermin diri mengenai tingkah lakunya. Apakah sudah sesuai dengan profesi pendidik yang disandangnya ataukah belum.

3.       Agar guru dapat menjaga jangan sampai tingkah lakunya dapat menurunkan martabatnya sebagai seorang profesional yang tugas utama sebagai pendidik.

4.       Agar guru selekasnya dapat kembali, jika ternyata apa mereka lakukan selama ini betentangan atau tidak sesuai dengan norma-norma yang telah dirumuskan dan disepakati sebagai kode etik guru.

5.       Agar segala tingkah laku guru, senantiasa selaras atau tidak bertentangan dengan profesi yang disandangnya, yaitu sebagai seoarang pendidik. Lebih lanjut dapat diteladani oleh peserta didiknya dan masyarakat umum.

9 Kode etik guru ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang dan pengurus daerah PGRI se-Indonesia dalam kongres XIII di Jakarta tahun 1973, yang kemudian disempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta yang berbunyi sebagai berikut:

1.       Guru berbakti membimbing siswa untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila.

2.       Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.

3.       Guru berusaha memperoleh informasi tentang siswa sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.

4.       Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.

5.       Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

6.       Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

7.       Guru menjaga hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. 8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

8.       Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

 Selain kode etik guru Indonesia, sebagai pernyataan kebulatan tekad guru Indonesia, maka pada kongres PGRI XVI yang diselenggarakan pada tanggal 3 – 8 Juli 1989 di Jakarta telah ditetapkan adanya Ikrar Guru Indonesia dengan rumusan sebagai berikut :

Ikrar Guru Indonesia

1.       Kami Guru Indonesia, adalah insan pendidik bangsa yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2.       Kami Guru Indonesia, adalah pengemban dan pelaksana cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, pembela dan pengamal pancasila yang setia pada Undang-Undang Dasar 1945.

3.       Kami Guru Indonesia, bertekad bulat mewujudkan tujuan Nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

4.       Kami Guru Indonesia, bersatu dalam wadah organisasi perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia, membina persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak kekeluargaan.

 Kami Guru Indonesia, menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi dalam pengabdiannya terhadap bangsa, Negara, dan kemanusiaan (Dr. H. A. Marjuni, 2020).

Guru atau pendidik perlu memiliki etika kepribadian atau kode etik antara lain :

1.       Ilmu Ijazah bukan semata-mata secari kertas, tetapi suatu bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukan untuk suatu jabatan. Guru pun harus mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah anak didik sangat meningkat, sedang jumlah guru jauh dari mencukupi, maka terpaksa menopang untuk sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi dalam keadaan normal ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik pendidikan dan pada gilirannya maka tinggi pula derajat masyarakat.

2.       Sehat Jasmani Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang berpenyakit menular, misalnya, sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Disamping itu, guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Kesehatan fisik (jasmani) sangat penting bagi seseorang terlebih lagi bagi seprang pemimpin termasuk guru mengingat bahwa tugasnya yang memerlukan kerja fisik. Al-Qur’an menyebut unsure fisik ini sebagaimana firman Allah : “Sesungguhnya Allah telah memilihnya (Thalut) menjadi rajamu dan menganugrahinya ilmu yang luas dan tubuh (jasmani) yang perkasa” (QS.AlBaqarah(2): 247). Pentingnya kesehatan jasmani bagi seorang guru karena sangat mempengaruhi semangat kerja. Guru yang sakit-sakitan kerapkali terpaksa absen dan tentunya merugikan anak didik.

3.        Berkelakuan baik Budi pekerti guru sangat penting dalam pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi model teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya untuk mendidik. Yang dimaksud dengan akhlak mulia dalam ilmu pendidikan islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran islam, seperti dicontohkan oleh pendidik utama, Nabi Muhammad SAW. Di antara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai jabatannya sebagai guru, besikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerjasama dengan guru-guru lain, masyarakat, utamanya para oranguta anak didik.

 

B.    ORGANISASI PROFESI PENDIDIK

Organisasi yaitu aktifitas/kegiatan yang dikerjakan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dan bukan satu orang. Karena jika kegiatan itu dilakukan oleh satu orang bukan dikatakan organisasi. Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat (Mesiono, 2010).

Organisasi juga harus memiliki lima fenomena penting yaitu:

1.       Organisasi harus mempunyai tujuan.

2.       Organisasi harus mempunyai program, kegiatan strategi dan metode untuk mencapai tujuan organisasi.

3.       Organisasi harus mempunyai pimpinan atau manajer yang bertanggung jawab terhadap organisasi itu dalam mencapai tujuan.

4.       Organisasi itu terdiri dari dua orang atau lebih.

5.       Organisasi itu harus ada kerjasama.

(Mesiono, 2010)

Menurut Sukanto Reksohadiprodjo dan T.Hani Handoko, beberapa ciri atau atribut organisasi adalah sebagai berikut:

1.       Organisasi merupakan lembaga sosial yang terdiri dari sekumpulan orang dengan berbagai pola interaksi yang ditetapkan.

2.       Organisasi dikembangkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Oleh karenanya, organisasi merupakan kreasi sosial yang memerlukan aturan dan kooperasi.

3.       Organisasi dikoordinasikan secara sadar dan disusun dengan sengaja. Kegiatan-kegiatan dibedakan berdasarkan pola yang logis. Koordinasi bagian-bagian tugas yang saling tergantung ini memerlukan penugasan wewenang dan komunikasi.

4.       Organisasi merupakan instrumen sosial yang mempunyai batasan-batasan yang secara relatif dapat diidentifikasikan dan keberadaannya mempunyai basis relatif permanen.

Organisasi profesi di atur dalam undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan dosen, sebagaimana dikutip oleh Mulyasa dikemukaan bahwa: “ Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru”. Lebih lanjut dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

Pasal 41

1.          Guru dapat membantu organisasi profesi yang bersifat independen.

2.          Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berfungsi untuk memajukan profesi, menigkatkan profesi kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.

3.          Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.

4.          Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sesuai dengan peraturadn perundang- undangan.

5.          Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.

Lanjutan pasal 42 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 dijelaskan bahwa, organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:

1.          Menetapkan dan menegakkan kode etik guru.

2.          Memberikan bantuan hukum kepada guru.

3.          Memberikan perlindungan profesi guru.

4.          Melanjutkan pembinaan dan pengembangan profesi guru.

5.          Memajukan pendidikan nasional.

Bentuk organisasi para pengemban tugas keprofesian itu ternyata cukup bervariasi dipandang dari segi derajat keeratan dan keterikatan dengan/dan antar anggotanya. Dalam bidang pendidikan, dapat ditemukan berbagai bentuk keorganisasian, antara lain:

1.       Persatuan (Union), antara lain; Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Australian Education Union, Singapore Teacher’s Union, National Union of the Teaching Profession Malaysia, Japan Teacher’s Union.

2.       Federasi (Federation), antara lain: All India Federation of Teachers Organisations, Bangladesh Teachers’ Federation, Federation of Elementary Education Teachers’ Association of Thailand.

3.       Aliansi (Alliance ), antara lain: Alliance of Concered Teachers Philipina

4.       Asosiasi (Association) yang terdapat di kebanyakan Negara.

 Ditinjau dari segi kategorisasi keanggotaannya juga ternyata menunjukkan corak keorganisasian yang bervariasi, seperti menurut:

1.       Jenjang pendidikan di mana mereka bertugas (dasar, menengah, dan perguruan tinggi).

2.       Status penyelenggara kelembagaan pendidikan (negeri,swasta)

3.       Bidang studi/keahlian (guru bahasa Inggris, matematika, dsb.)

4.       Gender (wanita, pria)

5.       Latar belakang etnis (Cina, Tamil, Melayu, dsb.)

Struktur dan kedudukan dipandang dari segi jangkauan wilayah kerjanya juga ternyata beragam dan bersifat:

1.    Lokal (kedaerahan, kewilayahan)

2.    Nasional (negara)

3.    Internasional (WCOTP, WFTU, dsb.)

Contoh Organisasi Profesi:

1.       PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)

PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.

PGRI adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru sebagai wadah untuk mengembangkan profesionalisme, memperjuangkan perlindungan hukum, dan perlindungan keselamatan kerja serta menghimpun dan menyalurkan inspirasi anggotanya. PGRI berperan dan bertanggung jawab serta memperjuangkan dalam upaya mewujudkan serta melindungi serta melindungi hak-hak asasi dan martabat guru khususnya dalam aspek profesinya dan kesejahteraannya (Yuniastutik, 2013).

 PGRI mempunyai peranan strategis dalam reformasi pendidikan nasional kepada anggotanya. PGRI berperan dan bertanggung jawab serta memperjuangkan dalam upaya mewujudkan serta melindungi serta melindungi hak-hak asasi dan martabat guru khususnya dalam aspek profesinya dan kesejahteraannya. Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang tentunya tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang dan hanya bisa dilaksanakan oleh orang-orang terdidik yang sudah disiapkan untuk menekuni bidang pendidikan. Menurut UU Guru dan Dosen Bab III, Pasal 7. Dari uraian tersebut di atas seseorang yang berprofesi sebagai guru diharapkan menjadi anggota organisasi profesi PGRI yang merupakan wadah/tempat dalam mendukung tugas dan profesi sebagai guru (Yuniastutik, 2013).

2.       IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia)

Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) didirikan di Malang pada tanggal 17 Desember 1975. Organisasi profesi kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru pembimbing. Organisasi ini merupakan Profesi Keguruan SD 67 himpunan para petugas bimbingan se-Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta memajukan bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya (Abdul Rahmat, 2018).

3.       ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia)

Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada pertengahan tahun 1960-an. Pada awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal menyangkut komunikasi antaranggotanya. Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984 (Abdul Rahmat, 2018).

4.       PGHI (Persatuan Guru Honor Indonesia)

Diinisiasi oleh beberapa perwakilan guru sukarelawan maka terbangunlah kesepakatan untuk membentuk sebuah wadah perjuangan pada tanggal 01 Oktober 2008 yang kemudian dinamakan Persatuan Guru Honor Indonesia (PGHI), dimana pengertian guru honor sekolah itu sendiri adalah semua guru honor yang belum mendapat pembiayaan tetap (gaji tetap) dari pemerintah tetapi sepenuhnya tergantung kepada kebijakan sekolah tempat ia bertugas (Abdul Rahmat, 2018).

5.       FGII(Federasi Guru Independen Indonesia)

Sesuai dengan seruan Education International (EI) maka usaha untuk memperbaiki kondisi kerja guru swasta (dan guru di Indonesia pada umumnya) pada dasarnya sama artinya dengan memperbaiki kondisi belajar anak-anak Indonesia. Karena guru yang sejahtera, berkualitas dan terlindungi adalah bagian terpenting dari hak-hak anak Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. PGSI adalah organisasi profesi guru dan/atau serikat pekerja profesi guru yang bersifat terbuka, independen, dan non Partai Politik. Visi PGSI : Terwujudnya guru profesional yang mampu mendorong sistem pendidikan demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa (Abdul Rahmat, 2018).

6.       MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)

MGMP merupakan organisasi asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar dan berjenjang. Jenjang MGMP dimulai dari tingkat kota, wilayah, hingga MGMP internal di masing-masing sekolah yang berfungsi sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, belajar, dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/pelaku perubahan reorintasi pembelajaran di kelas. MGMP diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam meningkatkan kemampuan mengelola proses pembelajaran guru (Depdiknas, 2004).

 

 

Penulis: Istimrariyyah Shulbah

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdul Rahmat, R. H., 2018. Profesi Keguruan SD. ISBN: 978-602-5541-17-9 ed. Yogyakarta: Zahir Publishing.

Depdiknas, 2004. Pedoman MGMP. In: Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar danMenengah.

Dr. H. A. Marjuni, M. P., 2020. Peran dan Fungsi Kode Etik. Peran dan Fungsi Kode Etik, Volume Volume I, p. Nomor 1.

Mesiono, 2010. Manajemen dan Organisasi. Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Muhammad Jufni, ,. S. S. A., 2020. Kode Etik Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Serambi Akademica, Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora, pp. Vol. 8, No. 4 pISSN 2337–8085 eISSN 2657- 0998.

Yuniastutik, L., 2013. Implementasi Kebijakan Organisasi PGRI dalam Mengembangkan Profesionalisme Guru Di Kecamatan Wagir Kabupaten Malang. Jurnal Pendidikan, Vol. 1(ISSN: 2337-7607; EISSN: 2337-7593), p. No. 1.

Komentar