KODE ETIK PROFESI DAN ORGANISASI PROFESI PENDIDIK
A. KODE ETIK
PROFESI PENDIDIK
Pekerjaan seorang guru merupakan pekerjaan yang profesional.
Sehingga pekerjaan tersebut memiliki kode etik. Dalam buku Profesi Keguruan,
kode etik pada suatu profesi adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi,
untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan anggotanya, untuk meningkatkan
pengabdian para anggota profesi, untuk meningkatkan mutu profesi dan untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi. Kode etik inilah yang memberikan jawaban
bagaimana seharusnya guru berinteraksi dengan siswa, rekan sejawat, orang tua
siswa dan masyarakat. Dengan adanya kode etik, maka akan memedomani setiap
tingkah laku seorang guru, sehingga penampilan guru akan terarah dengan baik,
bahkan akan terus membaik. Berbicara mengenai pendidikan berarti berbicara
tentang profesi guru, berarti memerlukan berbagai macam keterampilan dasar. Menjadi
seorang guru bukanlah hal yang mudah, tetapi ada syarat yang harus dipenuhi
salah satunya adalah inovasi pembelajaran, sehingga berdampak pada
profesionalisme
Etika artinya tata susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan
dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan, jadi kode etik guru diartikan
sebagai aturan tata susila keguruan”. Maksudnya aturan-aturan tentang keguruan
yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru dilihat dari segi kesusilaan. Dalam
hal ini kesusilaan diartikan sebagai kesopanan, sopan santun dan keadaban.
Sehingga kode berhubungan dengan aturan yang berkenaan dengan tata susila dan
akhlak. Setiap guru di tekankan untuk self dicilpline serta menyesuaikan diri
dengan adat istiadat setempat secara fleksibel. Untuk mengimplementasikan
etika-etika yang harus dimiliki oleh pendidik, maka seorang pendidik harus
mampu mematuhi semua aturan atau norma-norma yang telah diberlakukan dalam kode
etik
Di dalam undang-undang Nomor 14 tahun 2015 terdapat aturan yang
menjelaskan tentang kode etik guru dan dosen. Profesional guru dan nilai-nilai
agama yang harus dimiliki oleh setiap guru, karena menjadi salah satu syarat
utama mewujudkan pendidikan yang bermutu. Etika profesi guru yang baik mampu
merumuskan dan melakasanakan cara mengajar yang baik dan pelaksanaannya sesuai
dengan perilaku yang baik. Kode etik guru dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen pasal 41 adalah:
1. Guru dapat
membantu organisasi profesi yang bersifat independen.
2. Organisasi
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berfungsi untuk memajukan profesi,
menigkatkan profesi kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan
profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Guru wajib
menjadi anggota organisasi profesi.
4. Pembentukan
organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sesuai dengan
peraturadn perundang- undangan.
5. Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam
pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Dapat dipahami bahwa kode
etik yang harus diterapkan oleh seorang guru yaitu membantu organisasi profesi,
memajukan profesi, menigkatkan profesi kompetensi, karier, wawasan
kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada
masyarakat, wajib menjadi anggota organisasi profesi
Ada beberapa fungsi kode etik guru pada pengembangan penidikan:
1. Memberikan
pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang
digariskan.
2. Sebagai sarana
kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3. Mencegah
campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam
keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutahkan dalam berbagai bidang.
Adapun
beberapa kode etik yang harus ditaati oleh guru dengan tujuan, antara lain:
1. Agar para
guru mempunyai rambu-rambu yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
bertingkah laku sehari-hari sebagai pendidik.
2. Agar guru
dapat bercermin diri mengenai tingkah lakunya. Apakah sudah sesuai dengan
profesi pendidik yang disandangnya ataukah belum.
3. Agar guru
dapat menjaga jangan sampai tingkah lakunya dapat menurunkan martabatnya
sebagai seorang profesional yang tugas utama sebagai pendidik.
4. Agar guru
selekasnya dapat kembali, jika ternyata apa mereka lakukan selama ini
betentangan atau tidak sesuai dengan norma-norma yang telah dirumuskan dan
disepakati sebagai kode etik guru.
5. Agar
segala tingkah laku guru, senantiasa selaras atau tidak bertentangan dengan
profesi yang disandangnya, yaitu sebagai seoarang pendidik. Lebih lanjut dapat
diteladani oleh peserta didiknya dan masyarakat umum.
9 Kode etik guru ditetapkan dalam
suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang dan pengurus daerah PGRI
se-Indonesia dalam kongres XIII di Jakarta tahun 1973, yang kemudian
disempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta yang berbunyi
sebagai berikut:
1. Guru
berbakti membimbing siswa untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa
pancasila.
2. Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru
berusaha memperoleh informasi tentang siswa sebagai bahan melakukan bimbingan
dan pembinaan.
4. Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar.
5. Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru
secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
7. Guru
menjaga hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
8. Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Selain kode etik guru Indonesia, sebagai
pernyataan kebulatan tekad guru Indonesia, maka pada kongres PGRI XVI yang
diselenggarakan pada tanggal 3 – 8 Juli 1989 di Jakarta telah ditetapkan adanya
Ikrar Guru Indonesia dengan rumusan sebagai berikut :
Ikrar Guru Indonesia
1. Kami Guru
Indonesia, adalah insan pendidik bangsa yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami Guru
Indonesia, adalah pengemban dan pelaksana cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia, pembela dan pengamal pancasila yang setia pada
Undang-Undang Dasar 1945.
3. Kami Guru
Indonesia, bertekad bulat mewujudkan tujuan Nasional dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa.
4. Kami Guru
Indonesia, bersatu dalam wadah organisasi perjuangan Persatuan Guru Republik
Indonesia, membina persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak kekeluargaan.
Kami Guru Indonesia,
menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi
dalam pengabdiannya terhadap bangsa, Negara, dan kemanusiaan
Guru atau pendidik perlu memiliki
etika kepribadian atau kode etik antara lain :
1. Ilmu
Ijazah bukan semata-mata secari kertas, tetapi suatu bukti bahwa pemiliknya
telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukan untuk
suatu jabatan. Guru pun harus mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan mengajar.
Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah anak didik sangat meningkat,
sedang jumlah guru jauh dari mencukupi, maka terpaksa menopang untuk sementara,
yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi dalam keadaan normal ada
patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik pendidikan dan pada
gilirannya maka tinggi pula derajat masyarakat.
2. Sehat
Jasmani Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka
yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang berpenyakit menular, misalnya,
sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Disamping itu, guru yang berpenyakit
tidak akan bergairah mengajar. Kesehatan fisik (jasmani) sangat penting bagi
seseorang terlebih lagi bagi seprang pemimpin termasuk guru mengingat bahwa
tugasnya yang memerlukan kerja fisik. Al-Qur’an menyebut unsure fisik ini
sebagaimana firman Allah : “Sesungguhnya Allah telah memilihnya (Thalut)
menjadi rajamu dan menganugrahinya ilmu yang luas dan tubuh (jasmani) yang
perkasa” (QS.AlBaqarah(2): 247). Pentingnya kesehatan jasmani bagi seorang guru
karena sangat mempengaruhi semangat kerja. Guru yang sakit-sakitan kerapkali
terpaksa absen dan tentunya merugikan anak didik.
3. Berkelakuan baik Budi pekerti guru sangat
penting dalam pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi model teladan,
karena anak-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan yaitu
membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya bisa
dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak
mulia tidak mungkin dipercaya untuk mendidik. Yang dimaksud dengan akhlak mulia
dalam ilmu pendidikan islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran islam, seperti
dicontohkan oleh pendidik utama, Nabi Muhammad SAW. Di antara akhlak mulia guru
tersebut adalah mencintai jabatannya sebagai guru, besikap adil terhadap semua
anak didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira, bersifat
manusiawi, bekerjasama dengan guru-guru lain, masyarakat, utamanya para
oranguta anak didik.
B.
ORGANISASI
PROFESI PENDIDIK
Organisasi yaitu aktifitas/kegiatan yang dikerjakan secara
bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama dan dilakukan oleh dua orang atau lebih
dan bukan satu orang. Karena jika kegiatan itu dilakukan oleh satu orang bukan
dikatakan organisasi. Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani
yang berarti alat
Organisasi juga harus memiliki lima fenomena penting yaitu:
1. Organisasi
harus mempunyai tujuan.
2. Organisasi
harus mempunyai program, kegiatan strategi dan metode untuk mencapai tujuan
organisasi.
3. Organisasi
harus mempunyai pimpinan atau manajer yang bertanggung jawab terhadap
organisasi itu dalam mencapai tujuan.
4. Organisasi
itu terdiri dari dua orang atau lebih.
5. Organisasi
itu harus ada kerjasama.
Menurut
Sukanto Reksohadiprodjo dan T.Hani Handoko, beberapa ciri atau atribut
organisasi adalah sebagai berikut:
1. Organisasi
merupakan lembaga sosial yang terdiri dari sekumpulan orang dengan berbagai
pola interaksi yang ditetapkan.
2. Organisasi
dikembangkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Oleh karenanya, organisasi
merupakan kreasi sosial yang memerlukan aturan dan kooperasi.
3. Organisasi
dikoordinasikan secara sadar dan disusun dengan sengaja. Kegiatan-kegiatan
dibedakan berdasarkan pola yang logis. Koordinasi bagian-bagian tugas yang
saling tergantung ini memerlukan penugasan wewenang dan komunikasi.
4. Organisasi
merupakan instrumen sosial yang mempunyai batasan-batasan yang secara relatif
dapat diidentifikasikan dan keberadaannya mempunyai basis relatif permanen.
Organisasi
profesi di atur dalam undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan dosen,
sebagaimana dikutip oleh Mulyasa dikemukaan bahwa: “ Organisasi profesi guru
adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru
untuk mengembangkan profesionalitas guru”. Lebih lanjut dijelaskan hal-hal
sebagai berikut:
Pasal
41
1.
Guru dapat membantu organisasi profesi yang
bersifat independen.
2.
Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 berfungsi untuk memajukan profesi, menigkatkan profesi kompetensi,
karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan
pengabdian kepada masyarakat.
3.
Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
4.
Pembentukan organisasi profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dilakukan sesuai dengan peraturadn perundang- undangan.
5.
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat
memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan profesi guru.
Lanjutan
pasal 42 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 dijelaskan bahwa, organisasi profesi
guru mempunyai kewenangan:
1.
Menetapkan dan menegakkan kode etik guru.
2.
Memberikan bantuan hukum kepada guru.
3.
Memberikan perlindungan profesi guru.
4.
Melanjutkan pembinaan dan pengembangan profesi
guru.
5.
Memajukan pendidikan nasional.
Bentuk
organisasi para pengemban tugas keprofesian itu ternyata cukup bervariasi
dipandang dari segi derajat keeratan dan keterikatan dengan/dan antar
anggotanya. Dalam bidang pendidikan, dapat ditemukan berbagai bentuk
keorganisasian, antara lain:
1.
Persatuan (Union), antara lain; Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI), Australian Education Union, Singapore Teacher’s Union,
National Union of the Teaching Profession Malaysia, Japan Teacher’s Union.
2.
Federasi (Federation), antara lain: All India
Federation of Teachers Organisations, Bangladesh Teachers’ Federation,
Federation of Elementary Education Teachers’ Association of Thailand.
3.
Aliansi (Alliance ), antara lain: Alliance of
Concered Teachers Philipina
4.
Asosiasi (Association) yang terdapat di
kebanyakan Negara.
Ditinjau dari segi kategorisasi keanggotaannya
juga ternyata menunjukkan corak keorganisasian yang bervariasi, seperti
menurut:
1.
Jenjang pendidikan di mana mereka bertugas
(dasar, menengah, dan perguruan tinggi).
2.
Status penyelenggara kelembagaan pendidikan
(negeri,swasta)
3.
Bidang studi/keahlian (guru bahasa Inggris,
matematika, dsb.)
4.
Gender (wanita, pria)
5.
Latar belakang etnis (Cina, Tamil, Melayu,
dsb.)
Struktur
dan kedudukan dipandang dari segi jangkauan wilayah kerjanya juga ternyata
beragam dan bersifat:
1.
Lokal (kedaerahan, kewilayahan)
2.
Nasional (negara)
3.
Internasional (WCOTP, WFTU, dsb.)
Contoh Organisasi Profesi:
1.
PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)
PGRI lahir pada 25 November 1945,
setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah
diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian
berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.
PGRI adalah perkumpulan yang berbadan
hukum yang didirikan dan diurus oleh guru sebagai wadah untuk mengembangkan
profesionalisme, memperjuangkan perlindungan hukum, dan perlindungan keselamatan
kerja serta menghimpun dan menyalurkan inspirasi anggotanya. PGRI berperan dan
bertanggung jawab serta memperjuangkan dalam upaya mewujudkan serta melindungi
serta melindungi hak-hak asasi dan martabat guru khususnya dalam aspek
profesinya dan kesejahteraannya
PGRI mempunyai peranan strategis dalam
reformasi pendidikan nasional kepada anggotanya. PGRI berperan dan bertanggung
jawab serta memperjuangkan dalam upaya mewujudkan serta melindungi serta
melindungi hak-hak asasi dan martabat guru khususnya dalam aspek profesinya dan
kesejahteraannya. Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang tentunya
tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang dan hanya bisa dilaksanakan oleh
orang-orang terdidik yang sudah disiapkan untuk menekuni bidang pendidikan.
Menurut UU Guru dan Dosen Bab III, Pasal 7. Dari uraian tersebut di atas
seseorang yang berprofesi sebagai guru diharapkan menjadi anggota organisasi
profesi PGRI yang merupakan wadah/tempat dalam mendukung tugas dan profesi
sebagai guru
2.
IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia)
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) didirikan di
Malang pada tanggal 17 Desember 1975. Organisasi profesi kependidikan yang
bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat memberikan sumbangan dan ikut
serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan kewajiban dan tanggung
jawabnya sebagai guru pembimbing. Organisasi ini merupakan Profesi Keguruan SD
67 himpunan para petugas bimbingan se-Indonesia dan bertujuan mengembangkan
serta memajukan bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan
mutu layanannya
3.
ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia)
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada
pertengahan tahun 1960-an. Pada awalnya organisasi profesi kependidikan ini
bersifat regional karena berbagai hal menyangkut komunikasi antaranggotanya.
Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama sampai kongresnya yang pertama di
Jakarta 17-19 Mei 1984
4.
PGHI (Persatuan Guru Honor Indonesia)
Diinisiasi oleh beberapa perwakilan guru sukarelawan
maka terbangunlah kesepakatan untuk membentuk sebuah wadah perjuangan pada
tanggal 01 Oktober 2008 yang kemudian dinamakan Persatuan Guru Honor Indonesia
(PGHI), dimana pengertian guru honor sekolah itu sendiri adalah semua guru
honor yang belum mendapat pembiayaan tetap (gaji tetap) dari pemerintah tetapi sepenuhnya
tergantung kepada kebijakan sekolah tempat ia bertugas
5.
FGII(Federasi Guru Independen Indonesia)
Sesuai dengan seruan Education International (EI) maka
usaha untuk memperbaiki kondisi kerja guru swasta (dan guru di Indonesia pada
umumnya) pada dasarnya sama artinya dengan memperbaiki kondisi belajar
anak-anak Indonesia. Karena guru yang sejahtera, berkualitas dan terlindungi
adalah bagian terpenting dari hak-hak anak Indonesia untuk memperoleh
pendidikan yang berkualitas. PGSI adalah organisasi profesi guru dan/atau
serikat pekerja profesi guru yang bersifat terbuka, independen, dan non Partai
Politik. Visi PGSI : Terwujudnya guru profesional yang mampu mendorong sistem
pendidikan demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa
6.
MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
MGMP merupakan organisasi asosiasi atau perkumpulan bagi
guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar dan berjenjang. Jenjang MGMP
dimulai dari tingkat kota, wilayah, hingga MGMP internal di masing-masing
sekolah yang berfungsi sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, belajar, dan
bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai
praktisi/pelaku perubahan reorintasi pembelajaran di kelas. MGMP
diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam
meningkatkan kemampuan mengelola proses pembelajaran guru
Penulis: Istimrariyyah Shulbah
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Rahmat, R. H., 2018. Profesi Keguruan SD. ISBN:
978-602-5541-17-9 ed. Yogyakarta: Zahir Publishing.
Depdiknas,
2004. Pedoman MGMP. In: Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
danMenengah.
Dr. H. A.
Marjuni, M. P., 2020. Peran dan Fungsi Kode Etik. Peran dan Fungsi Kode
Etik, Volume Volume I, p. Nomor 1.
Mesiono,
2010. Manajemen dan Organisasi. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Muhammad
Jufni, ,. S. S. A., 2020. Kode Etik Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Serambi
Akademica, Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora, pp. Vol. 8, No. 4
pISSN 2337–8085 eISSN 2657- 0998.
Yuniastutik,
L., 2013. Implementasi Kebijakan Organisasi PGRI dalam Mengembangkan
Profesionalisme Guru Di Kecamatan Wagir Kabupaten Malang. Jurnal
Pendidikan, Vol. 1(ISSN: 2337-7607; EISSN: 2337-7593), p. No. 1.
Komentar